SUMUT - Rencana penerapan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba 10.000 ton pertahun akan semakin mempersulit pemulihan ekonomi ribuan masyarakat pesisir Danau Toba pasca pendemi dan daerah tangkapan air akan semakin rusak.
Selain akan mempersulit pemulihan ekonomi, rencana penerapan 10.000 ton pertahun juga akan membuat ribuan masyarakat yang selama ini bekerja di Keramba Jaringan Apung (KJA) milik masyarakat dan perusahaan swasta akan kehilangan mata pencaharian dan pekerjaan.
"Artinya ditengah-tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi melanda bangsa ini, ribuan pengangguran akan bertambah di Sumatera Utara, " Ujar Dr.Ir. Dahri Tanjung, MSi didampingi Prof. Dr. Ir Manuntun Parulian Hutagaol usai mengikuti Focus Group Discussion di Atsari Hotel Parapat, Kamis ( 02/06/2022 )
Dr. Ir. Dahri Tanjung, MSi juga menyampaikan, jika Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No 188.44/213/KPTS/2017 tersebut diterapkan, ribuan masyarakat yang dulu bekerja di Keramba Jaring Apung ( KJA ) akan beralih ke usaha lain dan pertanian dengan memanfaatkan lahan yang ada disekitar rumah.
Sesuai hasil survey lapangan dan pengakuan masyarakat Tahun 2019 yang lalu, kebanyakan masyarakat yang tinggal di tepian Danau Toba tidak memiliki lahan yang cukup untuk pertanian maupun usaha lain, sehingga para masyarakat banyak mengguluti usaha budidaya ikan dengan memanfaatkan Danau
"Untuk itu, Pemerintah harus betul-betul untuk menyiapkan apa jenis usaha yang ditawarkan sebagai alternatif usaha, jika Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara ( Sumut ) tersebut diterapkan, " Ujar Peneliti Pusat Studi Resolusi Konflik ( CARE ) LPPM IPB University. Dr. Ir. Dahri Tanjung
Dr. Ir. Dahri Tanjung juga menjelaskan, bahwa kondisi kontur lereng perbukitan Kawasan Danau Toba betul-betul miring dan hanya sebagian kecil yang bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan itupun tak bisa menghasilkan sesuai dengan harapan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka
Selain lahan yang terbatas di lereng perbukitan Danau Toba, jenis tanaman juga sangat terbatas dan tidak semua jenis tumbuhan bisa tumbuh dengan baik dikarenakan hanya bebatuan, dan di atas perbukitan sudah masuk Kawasan Hutan Lindung, Jika masyarakat dipaksa untuk berhenti budidaya ikan di Danau dan masyarakat tak ada pekerjaan lagi "perbukitan akan menjadi sasaran untuk lahan pertanian.
"Jika perbukitan sudah jadi sasaran pertanian dan Galian C, Erosi akan terjadi dan pencemaran Danau Toba akan semakin parah, karena sumber pencemaran Danau Toba terbesar dari kegiatan pemanfaatan di Daerah Tangkapan Air, bukan dari Keramba Jaringan Apung saja, namun ada sekitar 7 aspek lain, " Sebutnya
Dahri juga menjelaskan, bahwa efek negatif dari penerapan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara juga tidak hanya terhadap masyarakat sekitar Danau Toba saja, tetapi di luar itu. seperti UKM penyedia bibit ikan, pabrik pakan, warung makan, warung lokal transportasi, pabrik ikan fillet dan pasar domestik dan ekspor, serta pemasukan pajak untuk pemerintah.
Oleh karena itu, Pemerintah harus lah bijak dan memikirkan dampak sosial yang akan ditimbulkan jika Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tersebut diterapkan dan rencana menjadikan Danau Toba Oligotrofik sudah tidak relevan lagi, " Ujar Dahri Tanjung.
Beberapa solusi yang disampaikan Dr Dahri Tanjung yakini, ( 1 ) merubah batas daya dukung Danau Toba untuk produksi ikan mendekati 60.000 Ton, ( 2 ) mengelola berbagai aspek pencemar secara terpadu, berkesinambungan, ( 3 ) menerapkan prinsip co-exist serta tanggung jawab bersama kelestarian Danau Toba, serta ( 4 ) menyiapkan alternatif usaha masyarakat
Sementara Prof. Dr. Endi Setiadi Kartamihardja M.Sc peneliti dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan yang juga pernah berhasil mengembangkan ikan bilih di Kawasan Danau Toba dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, bahwa rencana penerapan Danau Toba menjadi Oligotrofik hanya angan-angan
"Penerapan Kawasan Danau Toba jadi Oligotrofik hanya angan-angan dan sampai kapanpun tak mungkin bisa tercapai selama berbagai kegiatan masyarakat ada di atas Perairan Danau Toba dan sekitarnya, " Ujar Prof Endi Setiadi Kartamihardja melalui aplikasi WhatsAppnya ( Karmel )